Rabu, 25 Maret 2009

Andai Aku Bisa Merubahnya

Percayakah bahwa cinta itu buta, kawan? Sudah lama aku mencoba untuk menghindar dari urusan tak penting itu, tapi apalah dayaku ini. Tetaplah aku seorang manusia biasa yang bisa merasakan cinta. Sungguh aku pilu. Aku selalu berpikir mencinta akan berakibat fatal untuk semua urusan selain cinta itu sendiri. Setelah sekali aku terkena akibat cinta, aku selalu menghindar dalam urusan cinta menyenggol pun tak pernah. Aku perih saat tau yang ku lakukan akan mendapat cobaan dari Yang Di Atas. Aku tidak berdaya, dadaku selalu hampa memikirkan hal buruk yang akan terjadi padaku. Disisi lain dadaku juga bergelora tak tau arah dan tujuan untuk menyandarkannya. Aku hanya bisa diam, dan terus berpikir, mengalihkan semua rasa yang sebetulnya sangat-sangat bullshit itu (dimasa-masaku).

Bagaimana aku harus memulai ini kawan? Ingin aku melampiaskan semua ini. Baiklah aku coba. Setelah aku mendapat sesuatu yang pahit dari percintaanku yang pertama, ingin rasanya aku bersumpah untuk tidak mencinta lagi sebelum hidupku ini benar-benar mapan. Bisa kau bayangkan sulitnya bukan. Aku harus menghindar semua hal tantang cinta. Menutup mataku, menulikan telingaku, dan mebisukan bibirku. Padahal semua lingkungan, teman, orang-orang melakukan semua itu. Aku seperti pohon tua yang rapuh dan terus mencoba bertahan tegak padahal angin terus menerpaku. Aku ingin berteriak sekuat tenagaku, menangis semampuku hingga aku terlelap tidur dan semua yang ku takutkan sirna saat aku bangun.

Semua pasti berawal pada pandangan pertama. Ku lihat begitu dia sangat pendiam berkali-kali senyum indah timbul pada bibir mungilnya. Tubuhnya tinggi tapi tak setinggi aku, tapi lebih tinggi dari gadis biasanya. Rambutnya sebahu, dengan poni yang terkadang menutupi matanya. Matanya sendu, dan sangat anggun jika berkedip. Aku tak tega saat aku tau siapa dia sebenarnya. Nanti kau juga akan tau sendiri kawan.

Dia selalu berangkat dan pulang dengan mengayuh sepeda kesayangannya. Tak pernah kulewatkan saat-saat aku berpapasan atau saat saat aku mendahuluinya, aku selalu mencuri-curi pandang dari balik helm hitamku. Hatiku tenang karena kupikir mungkin dialah yang aku cari.

Hatiku rasanya tidak menentu. Berhari hari aku hanya melihatnya dari balik jendela kaca kelasku, dia masih terlihat pendiam. Terkadang aku duduk didepan pintu kelasku melihatnya, memandangnya. Entah penglihatanku benar atau tidak tapi kurasa dia juga memandangku. Aku semakin ingin tau. Aku putuskan untuk meminta bantuan teman baikku sejak TK yang kebetulan sekelas dengannya untuk mencari informasi yang aku butuhkan. Dan semuanya berjalan dengan lancar.

Ku tau sekarang, dia bernama Putri, cukup serasi dengan semua yang ada padanya. Karena dia terlihat sederhana, benar – benar cocok untuk seorang tuan Putri yang berhati permata. Aku semakin tidak berdaya. Tak pernah terlewatkan saat-sat dia setengah berlari masuk kedelam kelasnya. Rambutnya terurai tertiup angin dan tangan kananya memegang tas mungil coklatnya yang dia kalungkan dibahu kananya. Dia segera duduk dibangku tengah kelasnya. Untuk kedua kalinya, entah benar atau tidak dia memandang sebentar ke kelasku sebelum menyiapkan bukunya. Tapi mungkin cuma perasaanku.

Akhirnya aku meminta nomer 12 digit dari kotak elektronik kecil yang selalu dibawanya, tentu saja dengan bantuan teman baikku. Tanpa pikir panjang, dengan sedikit agak nekad aku berkenalan dengannya lewat kotak kecil elektronik itu. Dari setiap tulisan yang dia ketikkan aku merasakan sebuah kejujuran, ketulusan tanpa ada kebohongan. Entah bagaimana caranya tapi aku bisa merasakan hal itu. Dan dari semua itu aku tau dia sudah mempunyai tambatan hati. Aku sedikit kecewa, tapi itu tak akan berpengaruh apapun bagiku. Lagi pula masih banyak kesempatan. Aku tinggal menunggu atau mencarinya saja.

Tak terasa sudah lama sekali aku mengenalnya walau kami jarang sekali bertemu secara langsung, hanya lewat kotak kecil elektronik itu. Dari setiap kata, setiap tulisan yang dia ketik tak pernah sekali pun ada kata yang menyesakkan dada. Semuanya lembut, aku semakin terpesona. Tak jarang pula dia menceritakan semua masalahnya padaku. Sepertinya aku ini bisa memecahkan segala masalah. Aku pun dengan senang hati membantunya.

Masalah yang dia hadapi selalu sama, tentang tambatan hati busuknya itu. Sampai muak aku mendengar dia berkisah tentang kebusukan seseorang yang berpendidikan agama tapi hanya omong kosong belaka itu. Aku selalu iba jika mendengar dia selalu disakiti, mengalah, menahan semua masalah yang dia hadapi. Pernah aku berkata “kenapa tak kau tinggalkan saja tambatan hatimu itu?”.
“ Aku tidak tau, semua ini tidak semudah yang kau bayangkan”. Jawabnya.
“Memang seberapa sulitnya kau melepaskan bajingan tengikmu itu?”, aku jadi semakin muak.
“ Sudah lama aku mengenalnya, aku adalah orang yang setia, walau ku tau dia sering bermain api di belakangku, aku sudah mulai terbiasa dengan itu”.

Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala tak percaya dengan apa yang baru aku dengar, tapi aku tak berkata-kata. Aku benar-benar tak bisa mengerti apa yang sebenarnya dia pikirkan, mengapa dia berpikir sebodoh itu? Kau tau dunia ini sangatlah luas kawan.masih banyak jutaan insan yang lebih baik dari pada cecunguk itu. Seperti kebanyakan ornag kecewa karena cinta aku bertanya, “apa istimewanya dia, mengapa kau tak bisa lepas darinya?”. Dan jawabannya tetap sama “tidak tau”, bahkan dia bilang sudah terbiasa dan ikhlas atas perlakuan cecunguknya itu dan dia mulai berlaku sama dengan yang cecunguknya lakukan.

Ya Tuhan, apakah dunia ini sebentar lagi kiamat?. Bagaimana mungkin dia berpikir sesempit itu. Hidup ini singkat, tidakkah banyak hal yang lebih berguna dari pada hal itu. Bahkan pernah suatu hari aku bertanya apa yang dia lakukan sekarang, dari kotak kecil elektronikku. Dia menjawab, “aku sedang merokok, ikutan yuk”. Dengan mulut menganga aku menggeleng-gelengkan kepala. Bagaimana kau bisa masuk sejauh itu dalam masalahmu. Dia bilang itu semua dia lakukan untuk merefresh otaknya dari semua masalah yang ia hadapi. Tapi di hati kecilnya dia ingin berhenti melakukan hal itu. Tapi tetap saja dia selalu melakukannya. Karena wanita memandang semua dengan perasaan bukan dengan logika akal sehat. Semua perasaan itu ditumpuk, dan dilampiaskan dengan cara seperti itu. Sungguh mengenaskan.

Ingin aku menitikkan air mata. Putri yang dulu kukenal ternyata seperti ini, semua yang dia lakukan hanyalah pelampiasan dari apa yang dilakukan cecunguk kesayangannya itu padanya. Hebat sekali, sekarang ku tau betapa sempitnya otak seorang wanita itu jika sudah jatuh terlalu dalam, dalam jurang cinta. Ingin aku berteriak, “betapa bodohnya kau Putri!, tak taukah kau bahwa hidupmu itu masih sangat berharga untuk kau gadaikan dalam pelampiasan dengan cecungukmu itu. Lihatlah dirimu kau seorang wanita yang anggun, semua orang sayang padamu, aku saying padamu. Apa yang kau beratkan pada diri seorang bajingan tengik hitam tak beradap itu!? Sadarlah Putri sadarlah! Hidup ini singkat, masih banyak masa yang belum kau lewati dan akan terlewat percuma jika kau terus menuruti cecunguk busuk itu.

Aku takkan bisa mambantu lagi jika memang kau sendiri tak mau berusaha untuk berubah. Bahkan mungkin kau takkan pernah membutuhkan bantuan dari temanmu ini lagi. Bagai nasi putih yng menjadi basi kuning. Dia sangat berlawanan dengan yang aku pikirkan dulu. Entahlah Putri, kaulah yang akan meluruskan jalanmu sendiri, kau lah pembuat keputusan untuk dirimu sendiri. Aku selalu ingin membantumu, tapi kau tak menganggap aku. Kau telah dibutakan oleh yang namanya cinta, bahkan apa yang kau alami bukanlah cinta, tapi hanya kebohongan, kemunafikkan, dan pelampiasan.

Takkan pernah kulupa bahwa aku pernah mencintaimu Putri. Bahwa cintaku hanya sebatas teman. Sudahlah, aku sudah lelah dengan apa yang kau lakukan. Aku hargai semua keputusan yang telah kau ambil, jalan yang kau luruskan sendiri tapi entah kemana arah tujuannya. Sampai disini sajalah aku membantumu. Aku akan terus berharap suatu saat kau bisa berubah. Aku akan mencoba menghilangkan rasaku padamu, dan menjalani semua seperti waktu aku tak mengenalmu. Semoga kau bahagia dengan kekasih bajingan yang tak bisa kau lepas itu.

Jumat, 13 Maret 2009

Tugas ZZ 4: X-4 Tertawa Lalu Menangis

Secara bergantian semua siswa X-4 memasuki ruang kelas dengan perasaan berdebar. 34 siswa tersebut mulai menangis, tertawa, marah, dan tiba-tiba kecewa. Sementara yang di luar tertawa tanpa henti. Latihan teater ini (12/3) mulai diberikan kepada siswa X-4 yang baru kali ini menerima latihan seni peran. Menurut Bapak Taufik selaku guru kesenian di SMA 2 Bojonegoro, "latihan ini untuk memunculkan bakat seni peran di SMA 2 Bojonegoro ini. Sementara siswa yang baru sekali ini mendapatkan latihan tersebut, juga sangat antusias.Tanpa ragu mereka memainkan emosi mereka, walau harus ditertawakan.

Pertama sebelum tes seni peran ini dimulai, Pak Taufik memberikan unstruksi bagaimana nanti melakukan peran yang berganti-ganti itu. Kemudian satu larangan yaitu, jangan berkata kotor waktu memerankan orang marah. Meski larangan sudah diikrarkan, tetap saja ada yang mengucapkan kata-kata khas orang Jawa itu. Mereka berdalih, "Lha sudah kebiasaan, jadi sangking menghayatinya jadi keceplosan".

Setelah semua mendapat giliran, komentarpun terucap dari guru kesenian itu. dan hampir semuanya kritikan tanpa pujian. Memang baru sekali melakukan, mau bagaimana lagi. Lalu kegiatan yang terkhir adalah ESQ di dalam ruang kesenian yang hening dan hanya terdengar suara kipas angin. Pak taufik menyuruk semuanya untuk berkonsentrasi. Mereka dibawa keluar dari raganya masing-masing dengan kata-kata yang mencabut pikiran. Kata-kata itupun mulai terucap sepatah demi patah.
Tanpa mereka sadari kata-kata itu mulai menuntun air mata mereka untuk mengalir keluar membasahi setiap pipi mereka. Beberapa siswa sesenggukan tak kuat menahan tangis. Mereka menyadari begitu banyak dosa yang mereka perbuat pada orang tua masing-masing.

Setelah kegiatan itu berakhir, mereka semua membuka mata. Melihat teman-teman mereka yang menangis tiba-tiba rasa tawa muncul. melihat wajah menangis, bagi mereka itu aneh. sementara yang menangis juga tertawa karena malu. Air muka seluruh penghuni kelas ternakal itu jadi sangat aneh. Semua diakhiri Pak Taufik dengan sebuah nasehat bagi mereka yang mempunyai banyak salah kepada orang tua. Dan teruslah mengasah melatih emosi dan seni peran yang masih amatir.

Tugas ZZ 3 : First Love

Anak muda. Apalagi yang paling disukai anak muda kalau tidak soal asmara, cinta, dan pacaran. Memang jantung ini selalu berdebar-debar jika sudah menyangkut hal yang satu ini. Berpikir, membayangkan dan mencoba sealu mengingat wajah si dia. Lalu tersenyum sendiri seperti orang sakit jiwa. Ya memang inilah hidup mau bagaimana lagi.

Dulu pernah saat cinta pertamaku bahasa gaulnya ya first love. Dia ku anggap sebagai bidadariku. Aku merasa selalu ingin melindunginya, selalu disampingnya. Aku anggap dia sebagai tuan putri sang selalu harus dilindungi dari segala marabahaya. Keren banget ya. Seperti film anime Flame of Recca.

Itu cuma pikiranku seandainya aku bisa jadi pacarnya. Kenyataanya, jantungku selalu berdebar-debar ketika bertemu dengannya. Tidak pernah sekalipun aku berani untuk sekedar berbincang dengannya. Rasa ini seperti penyakit gila, ingin melindungi tapi tak berani bicara. Disisi lain aku selalu mengharapkannya. Tak pernah bosan aku mencuri-curi pandang untuk melihatnya. Dia melihat kearahku aku berpaling pura-pura tak melihat. Aduh, sekarang aku pikir, buat apa sih melalukan hak itu, cuma seperti anak kecil.

Lampu hijau menyala diatas kepalaku. Sinyal positif. Tak kusangka dia juga memendam perasaan yang sama padaku. Tapi lebih kompleks. Aku dianggapnya (maaf tak bermaksud sombong) ganteng, pintar, dan misterius. Wow sempurna, memang ada orang seperti itu? Aku saja tidak merasa. Ternyata sama juga dia sering curi-curi pandang bahkan lewat cermin. Saat aku berbalik, dengan gugupnya dia menyembunyikan cermin itu.mungkin dia pikir, “aduh ketahuan gak ya. Aku malu…”.

Seperti kebanyakan anaka laki-laki setiap sore aku bermain bola di lapangan bersama tema- temanku. Kulihat dari kejauhan, siapa itu sepertinya aku kenal. Dia bersepeda, rambut panjangnya bergerak mengikuti alunan angin. Anggun sekali. Semakin lama, semakin dekat, semakin jelas kulihat. Ternyata itu si dia, tanpa ragu aku melambaikan tangan, dan dia membalas lambaian itu. Hari itu hari yang paling menyenangkan. Padahal dengan satu lambaian tangan. Betapa besarnya kekuatan cinta.
Rasa ini semakin lama semakin menyebalkan. Aku berpikir dan menimbang, lampu pijar lima watt menyala diatas kepalaku. Aku mengumpulkan keberanian, semangat, percaya diri, mental, tekad dan terakhir nekad. Aku pikir, apa sih yang mungkin terjadi? Kemungkina paling buruk cuma malu, malu dan dipermalukan di sekolah. Paling parah mungkin sampai seminggu. Tidak lama cukup untuk menghabiskan pulsa sepuluh ribu.
Aku ambil nafas dalam-dalam, aku keluarkan perlahan. Dengan penampilan sekeren mungkin : topi coklat yang belakangnya nerancang, jaket orange yang sulit diresletingkan, celana jeans biru longgar, tas agar terlihat lebih pintar dan sepeda Vega R keluaran terbaru ( sekarang sudah ketinggalan jaman). Tanpa basi-basi aku melaju menuju rumah si dia. Dengan jari-jemariku yang dingin karena grogi aku terus melaju. Sudah terlambat untuk kembali.

Jantungku semakin berdegup kancang, keringa dingin, dan jemati tangan dingin, ikut melengkapi penderitaanku. Akhirnya aku sampai di depan rumahnya. Tak disangka sebelumaku turun dari sepeda motorku, dia sudah keluar rumah. Dia kaget setengah mati, dengan bahasa isyarat dia menyuruhku untuk pergi. “Ada apa sih ?”, tanyaku penasaran sambil membalikan motorku.
“Ada Ibuku…!” dia berbisik keras.
“Eh aku cuma sebentar kok”. Lalu dia masuk kedalam rumah lagi.
Dan tiba-tiba keluar lagi dan bertanya, “cari siapa?”.
Tanpa basa-basi aku jawab “cari kamu!”. Dan dia masuk ke dalam rumah lagi. Ada apa sih, kok aneh banget. Tinggal persilakan aku masuk, duduk, ngobrol bereskan.
Dia keluar lagi, “Kak Agung gak ada”.
Dengan mengerutkan dahi aku yang bingung bertanya, “Kak Agung siapa? Aku kesini cari kamu, kamu sini bentar to, aku mau ngomong. Bentar aja…”.
Akhirnya dia keluar halaman rumah dan mendekat padaku. Tanganku masih dingin.dengan salah tingkah aku bertanya “aduh ngapain ya aku kesini, aku jadi bingung kesini mau apa”. Dia diam saja. Aku bertanya, “kamu grogi gak?’. Dia mengangguk.
“Eh besok jaj lo, di sekolah aja”. Dia berbalik mau masuk rumah. Aku pegang tangannya yang sama dinginnya sepertiku. Dan berkata suatu kalimat yang tak pernah aku katakana, paling aku benci, tidak suka, memuakan. “aku suka kamu”. W(sensor)k.
Dess, kurasa tembakanku tepat pada sasaran. Dia menjawab “iya aku juga sama”. Seperti habis menang lotre. Aku senang bukan main. Dia melepaskan tangannya, “eh aku harus masuk rumah dulu nanti dimarahin sama Ibu. “berarti kita udah jadian?”. Dia berbalik, tersenyum dan mengangguk. Rasa di dadaku benar-benar luar biasa seperti menang lotre 3 kali ketambahan kejatuhan durian satu truk.
Aku meninggalkan rumahnya dengan perasaan luar biasa yang belum pernah aku rasakan sebalumnya. Akhirnya aku berhasil mandapatka sang putriku. Tapi apakah akan jadi seperti yang aku bayangkan dulu? Mungkin iya mungkin juga tidak.